ATURAN BARU PPDB 2019 SESUAI PERMENDIKBUD NOMOR 51 TAHUN 2018, PERMENDIKBUD NOMOR-51-TAHUN-2018.
Berikut Aturan Baru PPDB 2019 Sesuai Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018
Mendikbud mengeluarkan Permen yang mengatur perbedaan PPDB tahun 2018 dengan PPDB 2019. Setidaknya ada empat perbedaan PPDB tersebut.
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam konferensi pers di Gedung Kemendikbud, Jakarta.
Muhadjir Effendy menjelaskan Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) 2019.
Berdasarkan Permendikbud tersebut ada sejumlah perbedaan yang perlu diketahui.
Berikut perbedaan pelaksaan PPDB 2018 dan 2019:
1. Penghapusan SKTM
Pemerintah secara resmi menghapus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang sempat menimbulkan polemik di beberapa daerah lantaran disalahgunakan.
Selanjutnya siswa dari keluarga tidak mampu tetap menggunakan jalur zonasi ditambah dengan program pemerintah pusat (KIP) atau pemerintah daerah untuk keluarga tidak mampu.
2. Lama domisili
Dalam PPDB 2018, domisili berdasarkan alamat Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal 6 bulan sebelumnya.
Sedangkan dalam Permendikbud baru untuk PPDB 2019 didasarkan pada alamat KK yang diterbitkan minimal 1 tahun sebelumnya.
3. Pengumuman daya tampung
Untuk meningkatkan transparansi dan menghindari praktik jual-beli kursi, Permendikbud baru ini mewajibkan setiap sekolah peserta PPDB 2019 untuk mengumumkan jumlah daya tampung.
Daya tampung yang diumumkan pada kelas 1 SD, kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA/SMK sesuai data rombongan belajar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Permendikbud sebelumnya belum mengatur secara detil perihal daya tampung ini hanya menyampaikan "daya tampung berdasarkan ketentuan peraturan perundangan (standar proses)".
4. Prioritas satu zonasi sekolah asal
Dalam aturan 2019 ini juga diatur mengenai kewajiban sekolah untuk memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau surat keterangan domisili sesuai dengan satu wilayah asal (zonasi) yang sama dengan sekolah asal.
Hal ini untuk mengantisipasi surat domisili palsu atau 'bodong' yang dibuat jelang pelaksaan PPDB.
Terkait pemalsuan surat mutasi domisili maupun surat mutasi kerja, serta praktik jual-beli kursi, Mendikbud mengatakan akan menindak-tegas hal ini karena sudah masuk dalam ranah pungli, pemalsuan, maupun penipuan.
"Bilamana terdapat unsur pidana seperti pemalsuan dokumen maupun praktik korupsi, maka Kemendikbud mendorong agar dapat dilanjutkan ke proses hukum," tegas Mendikbud. (sumber : TRIBUNJOGJA.COM )
PERMENDIKBUD NO 51 TAHUN 2018, DAPAT DI DOWN LOAD DISINI